Sunday 20 April 2014

Memandang Pekerjaan Orang Lain

 

Sedikit bercerita di tengah malam ini.
Pagi kemarin saya dan beserta teman-teman mengadakan suatu kegiatan di telkom kendari dan pas siangnya kita istirahat. Nah, ada sedikit insiden menarik ketika kami sedang duduk santai diluar ruangan kegiatan.

Kami lagi santai-santainya cerita, tiba-tiba seorang satpam baru saja datang dari suatu tempat. Dan dia memarkirkan motornya didekat kami yang lagi pada ngumpul. Kayaknya satpam ini belum tau bahwa didalam ruangan lagi ada kegiatan.

Akhirnya dia bertanya ke kami, tentu dengan cara yang sopan nan penuh selidik tapi.

“Lagi tunggu siapa?”
“Oh, kita lagi istirahat ini, kebetulan ada kegiatan di dalam” jawab senior saya.
“Ini kegiatan apa kalau boleh tau pak?”
“Kegiatan Broadband”
“oh yang setiap hari sabtu itu?”
“ia pak, ini sudah minggu ketiga”

Mungkin dari cerita diatas gak ada yg istimewa yah? Biasa aja?
Karena bukan disitu insidennya.
Nah, setelah pak satpam itu nanya2. Dia akhirnya pergi juga. Pada saat satpam itu pergi lah. Senior saya nyeletuk.

“Wajar memang tawwa dia tanya begitu, karena memang security disini”

Kata-kata senior saya ini buat saya sedikit harus mengingat kembali. Betapa sering saya tidak peduli dengan pekerjaan orang lain.

Pernah waktu di bank, saya ingin menyimpan uang orang lain di rekeningku. Jumlahnya lumayan banyak. Si teller itu heran, soalnya saya mengisi lembar pendaftaran rekening itu. Pekerjaan sebagai mahasiswa.

Mungkin karena apa yah, si teller ini malah nanya-nanya ini itu. Uangnya dari mana? Kok banyak sekali? Mahasiswa sambil kerja yah? Dari orang tua yah?

Waktu itu saya jawab sekenanya saja. Jengkel? Iya. Masa ditanya-tanya begitu, memangnya saya penjahat apa?

Padahal kalau dipikir secara jernih, memang begitu tugas seorang teller.
Bukankah tugas seorang security adalah memastikkan “daerah”nya aman.

Dan masih banyak lagi pekerjaan lain, yg menuntut si pekerja untuk bertanggung jawab. Kadang dalam tanggungjawabnya itu dia harus “berurusan” dengan orang lain.

Orang lain itu, bisa saja saya, anda dan siapapun.

Aduh sebelum tulisan ini terlalu panjang, saya simpulkan saja.

Contoh kasus saja lah, misal ada sales yang lagi nawarin brosur nih. Diliat dari produknya, ternyata itu tidak membuat kita tertarik sama sekali

Tapi ambil saja brosurnya, jika memang produknya tidak melanggar syariat. Biar si sales ini juga senang, meski kita tidak membeli. Minimalkan “tanggungjawabnya” membagikan brosur-brosur itu terlaksana. Dengan catatan brosurnya itu gratis  yah.

Saya bukan lagi promosi sales yah, tapi hanya contoh kasus saja. Silahkan disesuaikan dengan kasus-kasus yg lain. Jangan lupa takarannya harus seimbang tambahkan gula dua sendok dan sedikit susu. Ehhh malah ngelantur, mata udah lima watt kali yak?

Sekian

No comments:
Tulis komentar