Saturday, 21 June 2014

Rindu kampung halaman

 

Bersama terbenamnya matahari pada senja ini. Suara adzan Maghrib mulai berkumandang. Kami anak kampung mulai berlarian tergesa masuk ke kolong rumah. Ganti baju. Kebiasaan.

Kami anak kampung. Pun kadang tersebutlah kami anak pesisir. Sore menjadi ajang kami berlarian di pinggir pantai. Menendang ombak. Seakan kami menendang himpitan ekonomi keluarga kami.
Kami masih kecil, tak layak memusingkan hal yang sering para orang tua sembunyikan dari kami. Pun begitu, berkurangnya uang jajan, tak ada uang beli sepatu di setiap penerimaan Raport. Cukup membuat kami maklum, inilah ekonomi keluarga kami. Sulit.

Sembari menghibur diri. Kami berlarian terus dan terus. Mendapati mata air segar. Cara kami melupakan penat. Cukuplah menjadi cerita-cerita nostalgia. Kadang sepulang sekolah, kami mesti membuka sepatu. Mengikat kedua talinya lalu menggantungnya di leher kami.
Sementara kami?. Kami berjalan tidak pada jalan beraspal itu. Panas jika tanpa alas kaki. Kami memilih berjalan diantara rindangnya pohon coklat pada kebun-kebun penduduk. Sesekali bersiul, menggelakkan tawa.

--------

Tiada yang lebih nikmat bagi kami, anak kampung.
Kalaulah bukan karena jernihnya air pada mata air.
Kalaulah bukan sinar senja dipinggir pantai, pun berdampingan dengan desiran ombak teluk bone.
Niscaya kerinduanku pada kampung halaman seakan mulai sirna. Bak meredupnya sinar senja berganti malam.

-----

Tamborasi...

No comments:
Tulis komentar