Monday, 16 February 2015

Pergi tak selamanya sedih, karena bertahan tak selamanya indah

 

Pergi tak selamanya sedih, karena bertahan tak selamanya indah

Ada satu kisah tentang dua orang yang saling menyakiti, tapi anehnya mata mereka justru melihatnya, seakan-akan keindahan yang mereka lakukan.

Hakikat sejati tidak muncul pada pandangan mereka. Sebab tertutupi kurangnya ilmu dan sombongnya hati.

Perpisahan adalah kunci bahagia manakala dua orang berlainan jenis mengikat cinta mereka dengan cara tidak halal, tidak ada kebahagian disana, justru ia malapetaka.

Begitu banyak batas-batas terlanggar karenanya, begitu banyak orang tertipu karenanya.

Jauhi ia, tak pantas, sekali-kali tak pantas, seorang mengikatkan hati kepada hal yang justru melukai.

Jangan kau ratapi perpisahan itu, karena jika kebersamaan yang tak halal itu engkau pertahankan maka kelak akan datang penyesalan yang menyakitkan hati.

Takutlah kepada Allah.

Sunday, 15 February 2015

Teruntuk engkau yang jauh dari pandanganku

 
Teruntuk engkau yang jauh dari pandanganku

Baiklah, melalui satu tulisan ini, ingin kuceritakan padamu tentang suatu penggalan kisah. Kisah Cinta yang pernah menjatuhkan derai air mata, mengundang senyum, mengobati luka.

Engkau yang jauh dari pandanganku, layaklah kita beroleh dari kisah Yusuf dan Zulaikha. Ketika Zulaikha mengejar Cinta Yusuf, semakin menjauh Yusuf darinya. Namun di saat Zulaikha mengejar Cinta Allah maka kemudian datanglah Yusuf padanya.

Dalam diam para perindu  menyimpan rapat rahasia itu di sudut-sudut relung hati. Menjaganya dan terus berdoa, bahwa hati itu tetap dan ditetapkan oleh yang Maha Kuasa untuk kokoh pada Tali Allah. Berpegang teguh dengan CahayaNya.

Biarlah kesedihan mengiringi malam-malam. Karena kusadari kesedihan di akhirat jauh lebih memilukan, jauh lebih menyayat hati. Apalah arti kesedihan di dunia ini lantaran terpisah jauh dari engkau, sekali-kali tidak.

Hatiku  hanya menggantungkan Cinta pada Allah, tidak pantas engkau menutupi Cahaya Allah di dalam lubuk hatiku. Biarlah CahayaNya tersebut menuntun, membawa kita pada keadaan yang di ridhoiNya.

Teruntuk engkau yang jauh dari pandanganku

Di saat subuh merekahkan sejuknya, pandangi perlahan tiap-tiap embun pagi yang jatuh karena TakdirNya. Tidaklah ia jatuh kecuali karena telah ditetapkan olehNya. Tiada terpisah ketetapan itu, telah tertulis ketetapan itu hingga benar-benar pena telah diangkat.

Percayakah engkau, bahwa kebaikan akan bertemu jua dengan kebaikan. Maka engkau , aku dan kita, saat ini, muhasabah diri adalah yang layak dilakukan.
Jarak yang membatasi, biarlah ia menjadi benteng yang kokoh lagi kuat menjaga batas-batas hati.
Sekali-kali jangan kau condongkan hatimu melebihi condongnya hatimu padaNya.

Sebab Cinta yang hakiki adalah cinta kepada Allah. Satu cinta hanya padaNya

Saturday, 14 February 2015

Dengan namaNya kita memulai, dengan kesyukuran pada akhirnya

 
Dengan namaNya kita memulai, dengan kesyukuran pada akhirnya

Seperti biasa perlahan hujan pun turun di kota kecil ini. Sudah beberapa waktu belakangan ini seperti itu.

Aku mencoba menengok ke awan hitam di  suatu sore . Diselingi gerimis, jauh kupandang sebuah pesawat tengah melintas diantara tumpukan awan pekat hitam itu.

Pesawat yang hendak mendarat di bandara Haluoleo biasanya akan berputar diatas kota kendari.
Dari barat terus melintasi wilayah andonouhu, kemudian berada di atas teluk kendari kemudian berbalik arah 360 derajat. Lalu menuju arah bandara.

Segenap penumpang pun harus, merekat kuat-kuat sabuk pengamannya. Suasana hujan seperti ini membuat landasan bandara lincin dan pula landasan itu tak rata.
Saya masih ingat di pendaratan terakhir, beberapa saat sebelum mendarat, seorang lelaki tua yang duduk persis disampingku, menggenggam pegangan kursi. Dan darinya perlahan terdengar ucapan

"Bismillah.."

Hingga keadaan tenang, kemudian ia berucap “Alhamdulillah...”

Awali ia dengan nama Allah, dan akhiri ia dengan rasa syukur..
Suatu kebaikan jika dimulai dengan Bismillah, maka keadaannya bagai keberuntungan yang berlipat. Ringan sungguh mengucapkan, tentu dengan pertolonyaNya.

Syukur pun demikian, sebuah nikmat yang disyukuri maka berlipat pula kenikmatannya. Mana kala ia tak disyukuri, khwatirlah pada diri, jangan-jangan di hati kita tengah bergantung sebuah penyakit, yang penyakit itu membuat hati kita tidak selamat.


Sebelum kita terlelap malam ini, mari periksa hati kita, moga-moga ia terjauhkan dengan sesuatu yang mengganjal.

Dengan namaNya kita memulai, dengan kesyukuran pada akhirnya


Friday, 13 February 2015

Kalau kita menyerah di kegelapan, kita tidak akan bertemu sinar terang di ujung jalan

 
Kalau kita menyerah di kegelapan,  kita tidak akan bertemu sinar terang di ujung jalan

Perjalanan hidup ini, kita lalui tidak hanya dengan pengetahuan tetapi juga dengan tempaan pengalaman hidup. Terkadang ia berasa manis, kadang juga ia pahit. Ibarat warna, ia berwarna-warni.

Sebagai orang muda, bolehlah kita memiliki banyak pengetahuan, akan tetapi orang tua lah yang memiliki banyak pengalaman menghadapi getir hidup dan kehidupan ini.
Acap kali kita baca dan dengar, bahwa yang tua telah banyak memakan asam garam kehidupan.

Dari situlah, hendaknya kita orang muda banyak mengambil pelajaran darinya. Sering jumpa di kehidupan ini, mereka yang telah berhasil dan sukses dalam bidangnya, maka pasti terbit niat di hati kita, apakah yang membuat ia mampu berada di puncak kesuksesannya?

Ada satu benang merah yang terpetik dari cerita kehidupan mereka: Bersabar!.

Sabar, ia yang terus berusaha mewujudkan impiannya. Sabar yang sejati adalah tetap berusaha meski mungkin dirimu tau kau tak akan menang, meski mungkin dirimu akan kalah, tetapi kau terus melalukan apa yang bisa kau lakukan. 

“Sampai titik darah penghabisan Jenderal....”



Nasihat orang tua kita, bahwa menjalani proses hidup ini, ibarat kita menggali sebuah sumur.
Terkadang ada yang menemukan air di kedalaman 3 meter, adapula yang 4, 5 atau 15 meter sekalipun.
Ia yang gagal adalah mereka yang berhenti menggali di kedalaman 8 meter padahal air itu berada di kedalaman 8,4 meter.

Seribu langkah dimulai dengan satu langkah, tetapi juga ditambah 999 langkah berikutnya.

Jangan berhenti, teruslah berjuang,
Saling mendoakan di atas perdjoeangan.

Karena...

Kalau kita menyerah di kegelapan,  kita tidak akan bertemu sinar terang di ujung jalan

Thursday, 12 February 2015

Sejauh-jauhnya kita tersesat pada kebenaran jua kita kembali

 
“Sejauh-jauhnya kita tersesat pada kebenaran jua kita kembali”

Pada setiap insan,  hadir sebuah keyakinan bahwa secara lahiriyah atau secara asal kita menginginkan kebenaran itu kokoh pada genggaman hati dan jiwa raga.  Semua sepakat, andai dihadapan kita terpampang dengan jelas, mana kebenaran dan mana kejahatan, maka pastilah kebenaran itu yang terpilih.

Orang kata,  ada “hati kecil” yang selalu menarik keinsafan kita akan kebenaran. Lantas apakah gerangan, sehingga kita, penulis sendiri terkadang atau sering jatuh pada kesalahan ?

Manusia tetaplah manusia, kecuali ia yang diistimewakan, kadang ada salah dan khilaf yang menyertai langkah-langkah kecil dalam marathon lika-liku hidup ini.

Siapakah diantara kita yang sempurna? Tak memiliki salah sedikit pun?

Kita jawab tak ada, salah dan kesalahan, khilaf dan kekhilafan mesti pernah jua ia menjatuhkan diri pada ia yang hanya seorang manusi biasa.

Tetapi engkau lihat, engkau rasa dengan setulus hatimu yang selalu berharap itu. Perlahan dan sunyi kau rasakan, akan ada getaran, akan ada dorongan pada hati untuk kembali insaf pada kebenaran.

Ia yang bagai gemercik air dijatuhan danau, ia yang bagai suara rimbun dedaunan,  bagai mengirim frekuensi-frekuensi pada hati, selalu berkata:

“Sejauh-jauhnya kita tersesat pada kebenaran jua kita kembali”

Kembalilah pada ia yang menunggu di lubuk hatimu
Pesan teriring doa yang menyertai langkahmu

Adakah ia membisikkan seumpama pengharapan akan Cinta?
Ketahuilah harapan itu ada, diberikan oleh yang Maha Cinta

Jangan sia-siakan detik-detik hembusan nafas itu
dengan putus asa
Bahwa Sejauh-jauhnya kita tersesat pada kebenaran jua kita kembali