Subuh kedua di desa Wangkolabu dan hari ketiga telah berada kami disini. Selepas subuh aku memilih keliling sekitar dermaga Wangkolabu, suasana sebenarnya masih gelap tetapi pendar-pendar cahaya dari lampu rumah warga membuatku tertarik menyaksikannya dari arah dermaga.
Rutinitas
pagi itu belumlah terlalu ramai, hanya sesekali ku
jumpai pak Nelayan yang sedang membenarkan tali ikat perahunya.
Dinginnya malam pun masih menusuk sebenarnya, tersebab angin darat
yang masih bertiup kencang ke arah laut.
Aku
benar-benar menikmati pagi di ujung dermaga ini, sendiri, hening
bersama kecipak ombak yang membentur dinding dermaga. Amboi nian.
Sebelum pagi begitu terang, aku kembali ke rumah pak Kades, pagi-pagi
kami harus kembali melaksanakan agenda yang telah kami susun bersama.
Seperti
dua pagi sebelumnya, Wana ataupun Dian, akan menanyai kami yang
tinggal serumah mau dibuatkan minuman apa. Aku sendiri sering
menjawab “ngikut yang lain”, maksudnya aku akan ikut saja mereka
yang sudah pesan duluan. Kadang Energ*n, kadang juga Teh. Disitulah
kami memulai obrolan pagi, walau terkadang aku lebih banyak diam.
Asyik masyuk dengan pembahasan ke empat orang ini. Suasana ini akan
aku rindukan. Anytime, Anywhere.
Pagi
sekitar pukul 8, kami beranjak menuju SD N 1 Towea. Agenda kami
adalah melakukan koordinasi dan mohon izin untuk melakukan kegiatan
di Sekolah ini. Kami diterima dengan senyum hangat nan bersahabat
oleh Bapak Kepala Sekolah. Halo
pak, semoga sehat selalu.
Kami
diajak masuk ke dalam kantor, awalnya kami mengira hanya perwakilan
saja yang diajak, Koordinator ataupun PJ program, tetapi kami semua
dipanggil masuk. Tak ayal, ruang itu menjadi
ramai pun dengan
kursi-kursi yang
terseret
dan dikondisikan menampung kami semua. Langsung saja kami sampaikan
niat kami, dan meminta jadwal kepada Pak Kepsek.
Hari
itu, telah disepakati kami akan melaksanakan program sekitar jam 9
sampai jam 11 pagi di keesokan harinya. Program yang akan kami
laksanakan adalah.... ah besok saja yah di artikel selanjutnya
kuceritakan. :P *paling senang bikin orang penasaran*
Sebelum
Dzuhur kami bergegas ke Madrasah Aliyah Al-Asif guna meminta izin
untuk melaksanakan program Kelas Inspirasi disana keesokan harinya.
Di artikel selanjutnya akan kuceritakan keseruan kelas ini. *senyum
tertahan jaga wibawa*
Filosofi
pengambilan Bibit Mangrove
Di
sore harinya, kami melakukan kegiatan pengambilan bibit mangrove.
Cara ini harus kami lakukan, setelah selama di Kendari kami tidak
mendapatkan bantuan bibit yang sudah jadi sehingga kami harus buat
sendiri. Tetapi ada hikmah yang terselubung, kami jadi tahu cara
mengbibitkan mangrove, karakteristik mangrove yang layak ditanam dan
cara mencabut mangrove dari tempatnya semula.
Dan
juga dari aktivitas pengambilan bibit mangrove ini saya menemukan
sebuah filosofi atau saya menyebutnya “Filosofi Bibit Mangrove”.
Kita tahu bahwa anak mangrove, katakanlah seperti itu, hidup tidak
jauh atau berdekatan dengan induknya. Tumbuh begitu dekat dan penuh
sesak di kelamaan. Sehingga dibutuhkan tempat baru bagi anak ini
untuk bisa lebih berkembang. Di tempat baru. Tempat yang lebih layak.
Sang Induk harus rela melepaskannya, karena ini untuk kebaikan bukan
hanya untuk anaknya tapi untuk semua alam.
Dari
situ saya belajar lagi bahwa ada Cinta yang dapat kita pelajari dalam
bentuk yang lain yaitu melepaskan. Yah, terkadang melepaskan adalah
pilihan yang lebih tepat jika kau tahu di tempat lain ada yang lebih
pantas, lebih baik untuk dia dapat tumbuh, bersemai dalam hidup yang
lebih baik.
Seperti
anak mangrove ini, dengan tempat yang sekarang, ia akan lebih
berfungsi lebih baik. Menjadikan perannya lebih baik dari sebelumnya.
Ah,
itulah Filosofi Bibit Mangrove. Tentang melepaskan. Tentang Cinta
yang tak harus memiliki dan tentu saja, tentang perpisahan.
Anyway,
berbicara tentang perpisahan izinkan kukutip nasihat indah dari
Ustad Aan Chandra, begini kira-kira kata beliau:
“Perpisahan
itu bukan soal jarak yang jauh, juga bukan karena ditinggal pergi.
Bahkan
kematian bukanlah sebuah perpisahan, sebab di akhirat nanti kita akan
bertemu lagi.
Perpisahan
yang sesungguhnya adalah ketika satu diantara kita masuk surga,
sedangkan yang lainnya terjerembab ke neraka”
Demikianlah
hari ketiga ini kututup dengan sebuah filosofi manis, yang sejatinya
layak untuk kita renungkan dan pahami. Menjadi setitik pencerahan
buatmu dan diriku.
Ah,
maafkan kami wahai Induk Mangrove..
Untukmu
kutitipkan syair wahai Mangrove, yang kutahu tersayat di dalam
hatimu.
Dalam
Syairnya, Al-Qadhi Abul Majd berkata:
“Telah
kulalui berbagai musibah (dalam hidupku), namun air mataku tak
berderai seperti derainya saat hari berpisah”
Foto bersama Sahabat Mangrove Wangkolabu |
Masya Allah akhi Imam. Filosofi yang begitu dalam. Deg, kena dan dalam sekali. Dan satu hal yang saya suka dari dulu bahwa kita tidak terpisah sebab yang namanya perpisahan jika salah satu di antara kita ada yang di surga dan ada yang di neraka ^^
ReplyDeleteBersama membangun rumah di Jannah... *kepalkan tangan*
ReplyDelete