Saturday, 2 September 2017

Hari Pertama Ekspedisi Nusantara Jaya 2017 Tim 1 Sultra - Kisahku di Pulau Towea dimulai hari ini.

 


Terminal Pasar Baruga menjadi titik pertemuan seluruh tim 1 Ekspedisi Nusantara Jaya 2017 rute Sulawesi Tenggara. Pagi pun masih berembun, aktifitas pedagang sudah nampak ramai di terminal yang sisi lainnya adalah pasar.

Sesuai kesepakatan pada rapat malam sebelumnya, kami akan memulai perjalanan pengabdian kami hari itu dengan menggunakan bus DAMRI menuju pelabuhan penyebrangan.



......................... 
aku berjanji, entah kapan, aku akan mengabdi lagi ke daerah-daerah pesisir. Apakah dengan ENJ atau tidak, entahlah. Biarkan waktu yang menjawab...

Setahun lalu, aku menuliskan atau mungkin hanya niatan di hati untuk kembali terjun ke masyarakat pesisir. Yah setahun lalu, ketika kuhempaskan punggung ini dibalik kelelahan fisik yang mendera kala itu. Selepas melaksanakan program, hari itu aku menyendiri, memandang ke birunya laut Wakatobi di sebuah Gazebo milik warga.

Aku coba menghitung peluang, dan mungkin juga kecemasan, untuk sebuah rencana mengikuti lagi kegiatan Ekspedisi ini. Kecemasan terbesarku adalah bagaimana jika tahun depan (2017), aku telah tersibukkan dengan rutinitas lainnya? Masih bisakah kusiapkan waktu untuk ikut Ekspedisi ini lagi?

...................
Hari ini, hari pertama Ekspedisi Nusantara Jaya 2017, keharuan itu kembali membuncah. Aku rindu, kerinduan ini membuatku tidak sabar untuk tiba di Pulau Towea, pulau tujuan pengabdian tahun ini. Aku memilih duduk di sisi depan kapal. Sungguh aku tak sabar. Selepas kapal berlabuh ke Dermaga Wangkolabu. Aku menjadi orang kedua yang segera turun dari kapal dan menjejakkan kaki disana. Ah, mengapa bukan yang pertama yah? *Senyum-senyum nyess..*

Baiklah, mungkin sudah takdirnya *senyum*.

Hari ini akan kuceritakan perjalanan kami hingga tiba disini. Iyaa disini. Desa Wangkolabu, Kecamatan Towea, Kabupaten Muna. Perjalanan dimulai dari Terminal Baruga Kendari (mentioned before) sekitar pukul 7 pagi. Menggunakan bus DAMRI, pertama-tama kami menuju pelabuhan penyebrangan Torobulu. Perjalanan ditempuh kurang lebih 2 jam. Then, kami menggunakan kapal penyebrangan menuju pelabuhan Tampo, pelabuhan ini terletak di sisi Pulau Muna. Perjalanan ditempuh sekitar 3 jam sehingga kami tiba jam 12 siang.

... bus DAMRI
Bus DAMRI ini menurutku merakyat sekali, harga yang ditetapkan antara KENDARI – TOROBULU tidaklah begitu mahal, maka wajar saja moda transportasi satu ini menjadi andalan utama buat masyarakat. Tetapi kamu harus membiasakan diri berdesak-desakkan dengan barang-barang bawaan para penumpang karena sampai koridor dalam bus juga dipenuhi oleh barang, aku bahkan sempat duduk disana, di atas sebuah kaleng cat hingga pindah duduk di depan di samping pak Supir. Aku maju duduk di sana setelah kelakar pak supir yang bilang
ayo siapa yang mau duduk di depan, biar cepat sampai di Tampo
kok bisa pak?” tanya kami
yah kan kalo duduk di depan berarti cepat sampai dibanding penumpang belakang” tukas pak sopir. Kami diam, kemudian mencerna dan sejurus kemudian tawa kami ledak terkekeh sambil yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala tersenyum.

Di atas kapal, aku lebih memilih menikmati pemandangan sepanjang perjalanan kami. Ombaknya sangat tenang, apalagi cuaca saat itu sangat cerah. Mungkin ini tanda alam bahwa apa yang akan kami lakukan direstui oleh sang Pencipta.

Tiba di pelabuhan Tampo, kami melanjutkan kapal kayu yang berukuran lebih kecil. Muatlah untuk 20 orang. Masyarakat disini menyebutnya Bodi. Kami menggunakan bodi warga setempat yang sejak 2 jam sebelum kami tiba telah menunggu di pelabuhan. Biayanya sendiri sebesar 200.000 per bodi. 

Sepanjang perjalanan, aku sibuk mengira-ngira seperti apa Pulau Towea ini, seperti apa desa Wangkolabu. Setiap ada dermaga atau perkampungan pasti kami bertanya, apakah itu desa Wangkolabu. Mendekati waktu Dzuhur, akhirnya kami tiba di dermaga desa Wangkolabu yang disambut Bapak Sekretaris Desa Wangkolabu, Pak Masling. Pak Sekdes yang kemudian hari banyak berperan dan membantu dalam setiap program kami, akan aku uraikan di artikel lainnya. InsyaAllah.

Kami juga disambut anak-anak pulau Towea yang dengan ikhlas membantu kami. Hei kalian berdua di depan, apa kabar Ruli n Adit? *senyum*
 


 
 
 
Disambut oleh Bapak Kepala Desa beserta jajaran, menandai awal pengabdian kami di Desa Wangkolabu.



 
Penyerahan secara simbolis, bantuan buku untuk teras baca Pulau Towea







Untuk tempat tinggal, tim kami dibagi 2. Sebagian tinggal di rumah pak Kades dan sebagian lainnya di rumah Pak Sekdes. Aku, Agum, Ender, Dian dan Wana tinggal di rumah pak Kades.


Suasana malam pertama di rumah pak Sekdes yang didaulat sebagai posko Kami. Makasih Pak. Anak-anak di desa ini begitu antusias datang ke kami, walau sekedar belajar ringan materi pelajaran mereka di sekolah. Aku masih ingat malam pertama itu aku membantu Melisa, siswi kelas 5 SD, untuk merangkum buku IPS miliknya. Sungguh menyenangkan mendapat sambutan ini.




Selebihnya kami menghabiskan malam pertam ini dengan obrolan ringan tentang desa ini, program kami dan tentu saja, rencana esok hari. Selepas itu kami yang tinggal di rumah pak Kades, harus pamit. Sedangkan teman-teman yang lain tetap melanjutkan obrolan mereka.



Note Anggota Tim:
Agum
Wana
Dian
Ender
Gina
Zahwan
Rani
Hamka
Fuad
Diman
Amin
Iyan
Mulkian







2 comments:
Tulis komentar
  1. Bismillah.
    Inspirasi datang dari mana saja, asek. Terima kasih Kak Imam sudah menceritakan kegiatan kita di hari pertama di Wangkolabu. Saya tunggu tulisan berikutnya ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. MasyaAllah, terima kasih Fuad telah berkomentar heheh... InsyaAllah akan keep posting.

      Delete