Terminal
Pasar Baruga menjadi titik pertemuan seluruh tim 1 Ekspedisi
Nusantara Jaya 2017 rute Sulawesi Tenggara. Pagi pun masih berembun,
aktifitas pedagang sudah nampak ramai di terminal yang sisi lainnya
adalah pasar.
Sesuai
kesepakatan pada rapat malam sebelumnya, kami akan memulai perjalanan
pengabdian kami hari itu dengan menggunakan bus DAMRI menuju
pelabuhan penyebrangan.
.........................
aku berjanji, entah kapan, aku akan mengabdi lagi ke daerah-daerah
pesisir. Apakah dengan ENJ atau tidak, entahlah. Biarkan waktu yang
menjawab...
Setahun
lalu, aku menuliskan atau mungkin hanya niatan di hati untuk kembali
terjun ke masyarakat pesisir. Yah setahun lalu, ketika kuhempaskan
punggung ini dibalik kelelahan fisik yang mendera kala itu. Selepas
melaksanakan program, hari itu aku menyendiri, memandang ke birunya
laut Wakatobi di sebuah Gazebo milik warga.
Aku
coba menghitung peluang, dan mungkin juga kecemasan, untuk sebuah
rencana mengikuti lagi kegiatan Ekspedisi ini. Kecemasan terbesarku
adalah bagaimana jika tahun depan (2017), aku telah tersibukkan
dengan rutinitas lainnya? Masih bisakah kusiapkan waktu untuk ikut
Ekspedisi ini lagi?
...................
Hari
ini, hari pertama Ekspedisi Nusantara Jaya 2017, keharuan itu kembali
membuncah. Aku rindu, kerinduan ini membuatku tidak sabar untuk tiba
di Pulau Towea, pulau tujuan pengabdian tahun ini. Aku memilih duduk
di sisi depan kapal. Sungguh aku tak sabar. Selepas kapal berlabuh ke
Dermaga Wangkolabu. Aku menjadi orang kedua yang segera turun dari
kapal dan menjejakkan kaki disana. Ah, mengapa bukan yang pertama
yah? *Senyum-senyum nyess..*
Baiklah,
mungkin sudah takdirnya *senyum*.
Hari
ini akan kuceritakan perjalanan kami hingga tiba disini. Iyaa disini.
Desa Wangkolabu, Kecamatan Towea, Kabupaten Muna. Perjalanan dimulai
dari Terminal Baruga Kendari (mentioned before) sekitar pukul 7 pagi.
Menggunakan bus DAMRI, pertama-tama kami menuju pelabuhan
penyebrangan Torobulu. Perjalanan ditempuh kurang lebih 2 jam. Then,
kami menggunakan kapal penyebrangan menuju pelabuhan Tampo, pelabuhan
ini terletak di sisi Pulau Muna. Perjalanan ditempuh sekitar 3 jam
sehingga kami tiba jam 12 siang.
...
bus
DAMRI
Bus
DAMRI ini menurutku merakyat sekali, harga yang ditetapkan antara
KENDARI – TOROBULU tidaklah begitu mahal, maka wajar saja moda
transportasi satu ini menjadi andalan utama buat masyarakat. Tetapi
kamu harus membiasakan diri berdesak-desakkan dengan barang-barang
bawaan para penumpang karena sampai koridor dalam bus juga dipenuhi
oleh barang, aku bahkan sempat duduk disana, di atas sebuah kaleng
cat hingga pindah duduk di depan di samping pak Supir. Aku maju duduk
di sana setelah kelakar pak supir yang bilang
“ayo
siapa yang mau duduk di depan, biar cepat sampai di Tampo”
“kok
bisa pak?”
tanya kami
“yah
kan kalo duduk di depan berarti cepat sampai dibanding penumpang
belakang”
tukas pak sopir. Kami diam, kemudian mencerna dan sejurus kemudian
tawa kami ledak terkekeh sambil yang lain hanya bisa geleng-geleng
kepala tersenyum.
Di
atas kapal, aku lebih memilih menikmati pemandangan sepanjang
perjalanan kami. Ombaknya sangat tenang, apalagi cuaca saat itu
sangat cerah. Mungkin ini tanda alam bahwa apa yang akan kami lakukan
direstui oleh sang Pencipta.
Tiba
di pelabuhan Tampo, kami melanjutkan kapal kayu yang berukuran lebih
kecil. Muatlah untuk 20 orang. Masyarakat disini menyebutnya Bodi.
Kami menggunakan bodi warga setempat yang sejak 2 jam sebelum kami
tiba telah menunggu di pelabuhan. Biayanya sendiri sebesar 200.000
per bodi.
Sepanjang
perjalanan, aku sibuk mengira-ngira seperti apa Pulau Towea ini,
seperti apa desa Wangkolabu. Setiap ada dermaga atau perkampungan
pasti kami bertanya, apakah itu desa Wangkolabu. Mendekati waktu
Dzuhur, akhirnya kami tiba di dermaga desa Wangkolabu yang disambut
Bapak Sekretaris Desa Wangkolabu, Pak Masling. Pak Sekdes yang
kemudian hari banyak berperan dan membantu dalam setiap program kami,
akan aku uraikan di artikel lainnya. InsyaAllah.
Kami
juga disambut anak-anak pulau Towea yang dengan ikhlas membantu
kami. Hei kalian berdua di depan, apa kabar Ruli n Adit? *senyum*
Untuk
tempat tinggal, tim kami dibagi 2. Sebagian tinggal di rumah pak
Kades dan sebagian lainnya di rumah Pak Sekdes. Aku, Agum, Ender,
Dian dan Wana tinggal di rumah pak Kades.
Suasana
malam pertama di rumah pak Sekdes yang didaulat sebagai posko Kami.
Makasih Pak. Anak-anak di desa ini begitu antusias datang ke kami,
walau sekedar belajar ringan materi pelajaran mereka di sekolah. Aku masih
ingat malam pertama itu aku membantu Melisa, siswi kelas 5 SD, untuk
merangkum buku IPS miliknya. Sungguh menyenangkan mendapat sambutan
ini.
Selebihnya
kami menghabiskan
malam pertam ini dengan obrolan ringan tentang desa ini, program kami
dan tentu saja, rencana esok hari. Selepas itu kami yang tinggal di
rumah pak Kades, harus pamit. Sedangkan teman-teman yang lain tetap
melanjutkan obrolan mereka.
Note Anggota Tim:
Agum
Wana
Dian
Ender
Gina
Zahwan
Rani
Hamka
Fuad
Diman
Amin
Iyan
Mulkian
Bismillah.
ReplyDeleteInspirasi datang dari mana saja, asek. Terima kasih Kak Imam sudah menceritakan kegiatan kita di hari pertama di Wangkolabu. Saya tunggu tulisan berikutnya ^_^
MasyaAllah, terima kasih Fuad telah berkomentar heheh... InsyaAllah akan keep posting.
Delete